5415.2024 Penerapan Intervensi Swedish Massage Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe II Dengan Gangguan Tidur di RSUD dr.Moewardi Surakarta

Indonesia

  • Prahasti Anggun Kusuma Wardani Universitas Muhammadiyah Surakarta

Abstract

Dalam beberapa dekade terakhir, angka terjadinya penyakit gangguan metabolik, khususnya diabetes melitus mengalami peningkatan. Diabetes melitus merupakan penyakit kronis metabolik yang ditandai dengan adanya peningkatan kadar gula darah. Hasil laporan data dari WHO (2019) memprediksi jumlah pasien diabetes melitus di Indonesia akan mengalami peningkatan dari 8.4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21.3 juta pada tahun 2030. Penyakit ini menjadi perhatian yang serius dalam pemberian perawatan kesehatan di seluruh dunia karena angka kasusnya yang terus meningkat sebesar 102,9 % (11.303.084 kasus di tahun 1990 menjadi 22.935.630 kasus di tahun 2019) (Liu et al., 2023). Menurut data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2022) penderita diabetes melitus tahun 2021 terdapat sebanyak 19,47 juta jiwa. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah (2022) melaporkan hasil pencatatan terdapat sebanyak 647.093 kasus diabetes melitus.

Jenis diabetes yang paling umum dialami masyarakat adalah diabetes tipe 2 karena penyakit jenis ini disebabkan dari faktor gaya hidup dan pola makan (Wijayanti et al., 2020). Tingginya angka kejadian penyakit diabetes melitus merupakan faktor risiko terjadinya gangguan kualitas tidur, gejala kecemasan, dan berdampak pada buruknya kualitas hidup (Liu et al., 2023). Kualitas tidur berhubungan dengan terjadinya resistensi insulin pada penderita diabetes melitus, gangguan toleransi glukosa, dan nafsu makan yang meningkat (Ningsih et al., 2022).

Sebagian besar penderita diabetes melitus mengalami masalah gangguan tidur. Dalam studi literatur yang dilakukan oleh Schipper (2021) menjelaskan bahwa masalah gangguan tidur yang sering dialami oleh penderita diabetes melitus diantaranya adalah insomnia (39 %), restless legs syndrome (8 % - 45 %), dan obstructive sleep apnea (86 %). Gangguan tidur ini bisa memperburuk penderita diabetes melitus, yang dapat menyebabkan pengendalian gula darah yang tidak stabil, serta meningkatkan risiko komplikasi mikrovaskular dan makrovaskular, depresi, dan kematian (Irbar et al., 2023).

Strategi mengatasi gangguan tidur bagi penderita dibagi menjadi 2, yaitu manajemen teknik farmakologis dan manajemen teknik non-farmakologis. Intervensi farmakologis yang bisa diberikan untuk meningkatkan tidur antara lain, antipsikotik, antidepresan, agonis dopamin, dan melatonin, tetapi dapat menimbulkan efek samping seperti pusing, mengantuk, sakit kepala, dan gangguan pernafasan (Schipper, 2021). Intervensi tidur non-farmakologis merupakan salah satu terapi yang lebih aman dan efektif dibandingkan intervensi farmakologis, karena mempunyai risiko yang lebih rendah, tidak menimbulkan efek samping dan tidak memerlukan biaya yang besar.

Salah satu terapi yang bisa dilakukan adalah swedish massage. Swedish massage diketahui dapat mengurangi kecemasan dan stress (Kristina et al., 2022). Dengan mengurangi tingkat stres dapat meningkatkan kualitas tidur penderitanya, hal ini sangat penting bagi penderita diabetes melitus yang sering mengalami gangguan tidur.

Swedish massage dapat meningkatkan sirkulasi darah sehingga dapat membantu mengurangi gejala neuropati diabetes. Sirkulasi yang lebih baik dapat membantu relaksasi otot dan mengurangi ketegangan, yang mendukung tidur yang lebih nyenyak (Fahriyah et al., 2021). Menurut studi Karmilayanti (2021) tentang hubungan kualitas tidur dengan keparahan neuropati diabetik perifer dikatakan terdapat hubungan yang signifikan dengan nilai p= 0.001 yang artinya semakin parah derajat neuropati diabetik perifer maka semakin buruk kualitas tidur.

Published
2024-12-11
Section
B1 - Skripsi/Thesis/Desertasi dengan subyek uji manusia